bahasa, tutur dan ekspresi
Bahasa, ekspresi dan tutur adalah aspek yang tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan sehari-hari. Segala hal yang meliputi komunikasi dan interaksi antara satu dengan yang lain tentu akan berujung pada bahasa, ekspresi dan tutur. Oleh karena itu, ketiga hal ini pula akan sangat cepat mengalami perubahan dari masa ke masa karena bidangnya yang meliputi segala bentuk interaksi dalam berkehidupan. Perubahan yang terjadi bukan karena tak ada sebab yang melatarbalakangi, tetapi justru karena adanya angin yang memasuki halaman rumah kita bangsa Indonesia sehingga bahasa, ekspresi dan tutur kita sedikit banyak mengalami perubahan yang cukup memprihatinkan.
Kata globalisasi yang sangat tersohor kini di mata publik menjadi sorotan utama jika ingin mencari tahu sebab mengapa kini bahasa kita cenderung berubah. Teralu banyak hal yang menjadi bahan tiruan untuk memasukkan aspek-aspek non-indonesia masuk ke dalam rana kehidupan kita, termasuk dalam hal bahasa,ekpresi dan tutur. Jika diperhatikan perbedaan para pendahulu kita, atau dengan kata lain mereka yang hidup dan terlahir lebih dulu di zaman yang masih belum padat akan modernisasi dengan generasi saat ini, bahasa yang digunakan jauh lebih nasionalis daripada bahasa sekarang yang terlalu banyak menggunakan kata serapan. Bahasa, ekspresi dan tutur generasi pendahulu pada era non modernisasi barangkali dapat dikatakan lebih menghargai bahasa Indonesia jika dibandingkan dengan penggunaan bahasa Indonesia oleh generasi saat ini. Penggunaan bahasa Indonesia yang murni tanpa tercemar oleh bahasa-bahasa asing yang kini menjadi bagian yang sudah paten dalam bahasa Indonesia. Adanya kaidah E.Y.D adalah salah satu upaya dari bangsa kita sendiri unutk mencoba mencari solusi agar bahasa nasional yang selama ini kita banggakan dapat dilestarikan secara perlahan. Namun, kenyataan yang terlihat adalah justru makin banyaknya bahasa yang menjadi bagian dari bahasa Indonesia yang diambil dari diksi asing dengan imbuhan-imbuhan yang sedikit mengubah pelafalannya agar kedengaran ke-Indonesia-an. Belum lagi penggunaan bahasa sehari-hari generasi saat ini yang cenderung lebih bangga menggunakan campuran bahasa asing dan pemenggalan kata yang tidak jelas maksud dan tujuannnya. Globalisasi dan modernisasi memang cukup memberikan pengaruh besar terhadap bahasa, ekspresi dan tutur bangsa Indonesia. Globalisasi yang ditunjang kompleksnya fasilitas dan pernak-pernik modern membuat segala hal dapat terjangkau dengan mudahnya oleh generasi sekarang. Segala aspek kini mengedepankan kecanggihan dan modernisasi daripada memikirkan akibat bagi bahasa, ekspresi dan tutur kita. Sebagai contoh konkret, generasi muda saat ini yang sering berkomunikasi dengan jaringan ponsel berupa pesan singkat. Bahasa yang digunakan cukup memprihatinkan jika ditinjau dari segi kebakuan dan tanda baca yang digunakan. Memang tidak ada tuntutan untuk penggunaan bahasa yang baku, tetapi setidaknya jika terlalu banyak pemenggalan dan penyalahgunaan bahasa, tidak menutup kemungkinan akan mempengaruhi bahasa kita ke depannya. Terlebih jika kita melihat penggunaan bahasa lisan pemuda Indonesia saat ini yang cenderung menggunakan bahasa asing, begitu pula pada tuturnya yang sering terkesan tidak sopan dan bernada tinggi sehingga menghilangkan kesan bahwa kita bangsa Indonesia adalah bangsa yang lembut dan penuh budi pekerti. Dahulu, bangsa Indonesia terlalu lembut dalam bertutur kata dan sopan dalam berperilaku. Jika dibandingkan dengan generasi saat ini yang cenderung bertindak sembarangan dan sebagian besar memang sudah tidak memperhatikan etika dan moral, sangat terlihat sebuah perbedaan yang mencolok dalam bahasa, ekspresi dan tuturnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa, sedikit banyak penyebab dari perubahan ini adalah pengaruh global yang ditunjang sarana yang canggih dalam mengakses hal baru di luar dari ruang lingkup bangsa Indonesia. Kemudian aspek-aspek lain yang membuat mengapa bangsa kita kian berubah dalam tutur, ekspresi dan bahasa antara lain adalah mental generasi kita yang tidak kental akan jiwa nasionalismenya. Tuntutan zaman yang sangat persuasif bagi kalangan pemuda untuk terbawa arus modern tanpa memperhatikah etika dan moral dalam bertutur. Sepertinya sudah tidak ada aturan lagi yang mengatur kita dalam berbahasa dan berkomunikasi satu dengan yang lain. Sebuah kebebasan tercipta dalam penuturan bahasa dan akan berujung pada perubahan signifikan terhadap bahasa kita, bahasa Indonesia.
Disamping itu, perlu diperhatikan juga permasalahan yang dikenal dengan istilah double speak. Pada era reformasi, suatu ketimpangan terlihat saat adanya kasus penghukuman pemimpin redaksi serta jurnalis tempo. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa pada zaman reformasi double speak sudah ada dan berkembang Indonesia. Kemudian hal ini mendapat tanggapan serius dari pemerintah karena adanya media yang mencoba memberitakan hal tersebut ke rana public. Kebebasan berpendapat seakan menjadi penghalang berkembangnya media massa untuk terus kreatif dalam bidangnya. Terlebih masyarakat dan kalangan mahasiswa yang tidak dapat bergerak demi kepentingan bangsa semata hanya karena adanya batasan yang tidak bisa terlampaui. Hal ini sedikit banyak disebabkan oleh adanya praktek double speak dalam dunia politik yang tak ujung pangkalnya. Sehingga pada era reformasi banyak berkembang istilah bahasa kaum yang terluka ( bahasa panasea ). Bahasa yang lugas, kreatif dan sangat menentang kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berdasar. Banyak tulisan yang tersusun rapi dalam buku maupun kumpulan puisi kritis yang sangat menggambarkan kondisi rakyat pada era reformasi. Bahasa yang dikenal dengan bahasa panasea, adalah bahasa serta tutur yang digunakan oleh mereka yang merasa bahwa bangsa ini sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja. Mereka berkarya dan memprotes apa yang sesungguhnya tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya dari apa yang diinginkan oleh bangsa Indonesia.
Melihat situasinya, jika dihubungkan dengan bahasa public saat ini, perbedaan yang yang mencolok sangat terlihat. Bahasa yang digunakan tidak mencerminkan adanya bangsa yang kritis dan peduli terhadap bahasa nasional. Bahasa public sekarang cenderung dipengaruhi oleh perkembangan bahasa asing yang kini menjadi bagian dari bahasa Indonesia. Terkadang sangat ironi kedengaran apabila kita membaca pada majalah atau ruang publik yang seakan-akan merasa sangat bangga ketika menggunakan bahasa asing dalam sebuah kalimat. Kesan yang ditimbulkan adalah, masyarakat kini tidak menghargai bahasa Indonesia yang notabene adalah bahasa nasional bangsa Indonesia.
Bahasa Indonesia saat ini memang mengalami gangguan dari segi kebakuan. Sangat sulit menemukan bahasa yang baik dan benar sesuai kaidah penggunaannya, meskipun itu dalam berbagai tulisan yang biasa terpampang pada media publik. Bahkan seorang publik speaker juga terkadang belum mampu mengaplikasikan bahasa Indonesia yang baik. Untuk menjadi seorang public speaker, yang harus diperhatikan adalah bahasa, tutur dan ekspresi. Sejauh mana seorang public speaker menguasai siapa yang dihadapinya akan sangat menentukan keberhasilannya. Kemudian, menjadi public speaker juga membutuhkan segudang wawasan yang tentunya akan menunjang apa yang dibicarakannya. Mengetahui kondisi tempat ia berbicara, dan menguasai perihal yang dibawakan juga menjadi penentu keberhasilan seorang public speaker. Jika hal tersebut tidak dapat terpenuhi, besar kemungkinan, kegagalan akan muncul sebagai dampak. Nah, apabila seorang public speaker tidak berhasil, konsekuensi yang harus ditanggung adalah lahirnya rasa kebosanan pada public dan apa yang menjadi inti pembicaraan tidak akan tersampaikan.
Budaya tutur setiap kaum berbeda-beda. Suatu kaum akan sangat menghargai apabila kaum lain yang mengerti akan tatacara bertutur sesuai dengan kebiasaan mereka. Dalam hal ini, perlu diketahui bahwa pentingnya untuk mengetahui bagaimana system atau budaya tutur dari suatu kaum. Sebagai contoh, untuk memulai pembicaraan pada adat batak, seseorang harus memulai dengan kata “santabi”. Mengucapkannya ketika berlalu dihadapan orang lain. Begitu pula pada suku bugis yang dikenal dengan istilah “tabe”. Jika budaya tutur seperti ini dapat kita ketahui dan diimplementasikan sesuai pada tempatnya, akan terkesan sangat menghargai dan akan mendapat respon yang baik dari kaum yang dihadapi. Dalam kehidupan sosial, tidak dapat dipungkiri bahwa adanya keragaman suku atau etnis yang menyatu membentuk sebuah kelompok masyarakat. Sebagai contoh, dalam sebuah institusi seperti kampus yang tentunya padat akan keragaman budaya. Fungsi dan kegunaan dari pengetahuan budaya tutr seperti ini adalah dapat menjalin sebuah hubungan yang lebih harmonis dan terciptanya keakraban yang berasaskan nasionalisme sebagai sesama bangsa Indonesia. Selain itu, pengetahuan budaya tutur suatu kaum juga sangat bernilai dari segi keilmuan. Dalam hal budaya, budaya tutur dapat dijadikan sebuah kajian yang tentunya memberikan segudang ilmu yang dapat dikembangkan. Disamping salah satu cara untuk tetap mengenal budaya Indonesia, pengetahuan tentang tutur budaya juga sangat berperan dalam sebuah institusi. Dalam regulasi kehidupan kampus, budaya tutur akan sangat memberikan sumbangsih positif baik dalam komunikasi antar sesama mahasiswa, maupun dengan pengajar atau sebaliknya. Bagaimana tingkat kemampuan seseorang dalam berkomunikasi akan sangat menentukan luasnya jaringan sosialnya. Begitu pula dalam hal belajar mengajar yang sangat membutuhkan komunikasi yang baik antara pengajar dengan yang diajar. Serang pengajar harus mengerti siapa yang dihadapinya. Mahasisiwa adalah generasi muda sebuah bangsa, dan tentunya akan menjadi penerus akan budaya-budaya yang ditirunkan kepada mereka. Apabila budaya tutur dari pengajar sangat tidak relevan dengan kondisi mahasisiwa yang menginginkan hal kreatif dan inovatif, maka tidak aka nada sebuah perubahan yang akan tercipta nantinya. Hanya akan ada unsur kebencian dan ketidaksopanan yang akan terlahir Bagaimana supaya terciptanya hubungan yang harmonis sangat ditentukan oleh budaya tutur. Untuk itu, dalam konteks institusi berupa perguruan tinggi, memang perlu dihadirkan materi yang khusus mempelajari tentang budaya tutur demi mennjang pengetahuan mahasiswa dalam hal bertutur kata dalam rana publik.
1 komentar:
tugas mato
Posting Komentar