Ocean Blue Flame

Senin, 27 September 2010

BOMBANA IS TODAY

Rasa bimbang selalu menghantui fikiranku. Sebuah tempat yang begitu asing bahkan untuk pertama kali ini kuinjakkan kaki di sulawesi sebelah tenggara. Namanya juga berpetualang. Ada suku ada duka yang selalu akan menemani perjalanan ini. Semalaman di ferry cukup buat bercanda bersama mereka yang turut ikut dalam perjalanan ini. Tak begitu nikmat rasanya, semua ini ulah malam yang tak mau berbagi keindahan alam. Bentangan samudera seakan ruang kosong yang tak punya cahaya. Yang ada hanya kedap kedip bintang malam yang menghibur gundah hati dan menjadi satu-satunya objek sorotan mata. Sekali-kali pula terlihat sepintas goresan panjang dari cahaya di kejauhan. Bintang jatuh!!!!!! Indahnya membuat fikiran melayang mengingat berbagai macam memori kenangan yang lalu….. nostalgia……asyik…..

Bersama beberapa saudaraku yang sebagian besar juga penggemar alam liar, kususuri garis pantai tenggara menuju ke sebuah Kabupaten yang kini sohor karena emasnya. Beberapa waktu lalu sebuah kisah gempar merebak di masyarakat kalau seorang penduduk tak sengaja menemukan emas di suatu tempat. Tak pelak, dalam waktu sebentar saja, tempat itu menjadi sentral pencarian uang mendadak. Kabupaten Bombana! Seketika terdengar agak unik di telinga kami anak-anak dari selatan. Entah mengapa, mungkin karena tak terbiasa mendengar nama-nama seperti itu. Seharian di perjalanan, tibalah di sebuah kota kecil yang menjadi pusat kabupaten. Memang kecil kalau dibandingkan dengan kota-kota kabupaten lainnya. Bahkan bisa dikatakan hanya sebuah kota kecamatan untuk ukuran kami di Selatan. Disana terpaksa pula menginap di wisma karena kemalaman. Sangat bertolak belakang dengan rencana sebelumnya bahwa kami akan terus ke destinasi masing-masing.
Cerah pagi menyambut dengan hiruk-pikuk kota kecil bernama Kassi Pute. Disitu pula awal dari perpisahan kami, masing-masing menuju ke setiap penjuru wilayah sesuai target yang telah diatur sebelumnya. Kupercepat langkah menuju ke pangkalan ojek terdekat. Disitu ku mulai mengeluarkan aksi jitu bersilat lidah dengan tukang ojek yang memang sedari tadi menanti tumpangannya. Beberapa waktu berlalu, usai sudah tawar menawarnya. Kusewa dan langsung saja ke tujuanku, Desa Lombakasi. Sekali lagi aku sedikit heran dengan nama tempat daerah ini. Makin jauh makin aneh saja. Lumayan jauh juga tempat berjuluk aneh itu. Kuselidiki sedikit tentang namanya, rupanya gabungan dari nama tiga suku. Lombok, Bali, dan Kassi Pute. Tiga nama itu jadi repreentasi dari penduduk yang ada. Sebagian besar adalah warga yang merupakan hasil program kerja presiden terdahulu. Program kerja berjuluk transmigrasi yang sedikit banyak membuat perubahan pada tatanan hidup masyarakat negeri ini. Entah apakah semakin baik atau semakin buruk. Hanya mereka yang mengalami mampu berbicara persoalan itu.
Malam itu kuhabiskan malam bersama sang kepala desa yang kebetulan menjadi tuan rumahku kali ini. Agak letih juga rasanya habis berjalan keliling kampung. Waktu itu pula si Kades memulai kelakarnya tentang kisah tambang emas. Berbagai hal yang kudengar darinya. “Lumayan asyik juga si kades ini”… bisikku dalam hati. Mulai dari cerita ditemukannya benda kecil nan mahal itu, sampai pada suka duka mereka yang mendulang mengadu nasib di tambang emas. Dari kisah perselingkuhan sampai pada kematian ratusan penambang emas akibat reruntuhan tanah yang menghimpit mereka. Katanya, Bombana ini menjadi sorotan utama masyarakat pada waktu itu. Dari semua pelosok pulau ini, bahkan dari Jawa dan sumatera juga ada yang rela mengarungi lautan demi mencapai tanah yang menyimpan sejuta kekayaan itu. Bombana ibarat muara yang menjadi pusat pertamuan arus dari berbagai sumber anak sungai. Sesak dan tak pernah henti dari aktivitas menambang. Sampai pada suatu ketika tambang emas ini mulai dilirik oleh golongan pemodal alias kapitalis. Sampailah titik akhir dari semua mimpi-mimpi dan angan para penambang untuk bersimbah uang. Wilayah pertambangan akhirnya di kapling dan mulai pulalah babak baru dari kisah tambang emas ini. Sepi dan semua kembali ke episode sebelumnya. Mereka kini hanya mampu menatap dan mendengar pekik alat berat perusahaan menderu-deru memburu si kecil kuning nan mahal itu.
Si kades terus bercerita. Bahkan ia sempat menceritakan sebuah kisah tentang dirinya. Dia berkata bahwa dirinya sendiri pernah mengadu nasib di sebuah kali kecil mencari sebutir dua butir emas. Hanya dengan modal kuali dan sekop, sudah dapat membawa pulang 50 gram emas dalam semalam. “ Bukan jumlah yang sedikit untuk ukuran kita” katanya lirih. Sungguh anugrah yang luar biasa mengapa di kabupaten bombana ini ada benda mahal yang kini menjadi rebutan para golongn pemodal yang masing-masing ingin saling menguasai.
Esok hari kulanjutkan perjalanan ke pelosok desa yang ternyata jauh dari dugaanku sebelumnya. Tinabite, nama desa itu. Jaraknya sekitar 50 kilometer dari desa Lombakasi. Bermodalkan tekad dan semangat jiwa petualang muda, kuminta peta manual dari kepala desa agar tidar tersesat disana. Dia menemani sampai di sebuah bendungan megah. Alhasil, perjalananku kali ini hanya dengan modal peta dari goresan tangan si Kades dan sedikit pesan darinya. Beberapa tambang emas sempat menarik perhatianku di sepanjang jalan, apalagi beberapa papan tanda larangan yang berbunyi “ DILARANG MENAMBANG DI AREAL INI “. Dibagian bawah tertulis nama PT yang berkuasa, membuat kepercayaanku akan cerita si Kades malam tadi menguat serta-merta. Inilah yang menjadi keluhan warga bombana yang kini kembali mengolah sawah dan kebun mereka.
Kujabat erat tangan kekar milik si kades muda itu dan pamit padanya sebelum melintasi sungai dengan air setinggi pinggang orang dewasa. Cukup banyak dia membantuku dalam perjalanan ini. Kuucapkan terima kasih, dan dibalasnya dengan anggukan kecil dan tersenyum bangga. Aku mulai turun ke sungai. Maklum, tak ada jembatan yang dibangun. Sungguh meyedihkan untuk sebuah wilayah pertambangan yang kaya akan hasil bumi. Jembatan saja tak mampu diwujudkan, walau sudah tahu bahwa dananya tidak akan menggoyahkan modal perusahaan yang mengelola. Ah…. Tak ingin ku berfikir jauh tentang itu. Aku hanya ingin memikirkan jalan mana yang harus kulewati selanjutnya.
Melintasi jalan lumpur, bentangan sungai luas, savana nan panas membahana, serta belantara yang diselimuti daun lebat tak pernah sedikit pun membuat sorot semangatku mencapai destinasiku selanjutnya… “ Desa Tinabite”. Malam mulai tampak, kususuri jalan sempit dengan lumpur yang berhias jejak hartop di kiri dan kanannya. Tak kuduga ada juga sosok mereka yang igin tetap setia bermukim di hutan ini. Hanya dihibur pekikan jangkrik liar hutan sudah cukup membuat senyum-senyum terukir diwajah mereka. Senyum yang dihiasi sedikit raut letih bekerja seharian di kebun dan hutan-hutan. Dari situ aku tahu, “ HIDUP BUKAN HANYA SEBATAS COBAAN, TAPI DIBALIK KERASNYA HIDUP INI SELALU ADA BAHAGIA YANG MEWARNAI.” ………………. Ichal_bandotQue.E.103.09.L.A.89.FIB-UH.

1 komentar:

ichal_bandot 27 September 2010 pukul 03.55  

sedikit bercerita di dunia maya kan asek...... hahahha

  © ichal_bandot punya 'E.103' by kottink_paribek 2008

Back to TOP